Selamat Datang Di nas-hidupberguna.blogspot.com Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Semoga Artikel Dan Yang Lainnya Bermanfaat Bagi Anda


Dosa besar yang telah ia perbuat, mengantarkannya pada sebuah pertaubatan yang agung. Ia dirajam di kota Madinah. Taubatnya setara dengan taubat 70 warga Madinah. Bahkan, Rasul pun mensholatkannya. Jangan ragu untuk bertaubat.
Imran bin al-Husain al-Khunza radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah yang datang kepada Rasulullah Shollallahu alayhi wa Sallam falam keadaan hamil karena berzina. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar batas. Maka tegakkanlah hukum terhadapku.” Kemudian Nabi memanggil salah seorang walinya agar memperlakukannya dengan baik. Beliau berkata, “Perlakukan dia dengan baik. Jika ia telah melahirkan maka bawalah dia kepadaku.” Maka ia melakukannya. Nabi pun memerintahkan untuk menghadirkan wanita tersebut. Lalu bajunya diikatkan pada tubuhnya. Lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu Rasulullah menshalatkannya. Umar radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Apakah engkau menshalatkan dia wahai Rasulullah? Sedangkan ia telah berbuat zina?” Rasulullah bersabda, “Ia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah?” (HR. Muslim) 

Makna di Balik Kata
Dalam riwayat yang dinukilkan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wa sallam dalam keadaan hamil karena telah berzina.
Ia pun berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar had(batas), maka tegakkanlah had (hukuman) terhadapku.” Yakni, aku telah melakukan sesuatu yang mengharuskanku untuk dikenai had (hukuman) maka tegakkanlah had itu terhadapku.
Lalu Nabi memanggil seorang walinya dan memerintahkannya untuk memperlakukannya dengan baik. Apabila ia telah melahirkan, maka hendaklah ia membawanya kepada Rasulullah.
Ketika ia telah melahirkan, walinya membawanya kepada Rasulullah. “Dan Nabi memerintahkannya untuk menghadirkan wanita tersebut,” yaitu bajunya diselimutkan dan diikat agar tidak tersikap auratnya. “Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam, maka ia pun dirajam.” yaitu dilempari dengan batu. Ukuran batu itu tidak besar dan tidak kecil, hingga ia meninggal. Lalu Nabi menshalatkannya.
Beliau mendoakannya dengan doa bagi orang yang telah meninggal. “Lalu Umar berkata kepadanya, ‘Apakah engkau menshalatkannya sedangkan dia telah berbuat zina, wahai Rasulullah?” Sedangkan zina adalah termasuk dosa yang paling besar. Maka Rasulullah berkata, “Ia telah berta ubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian.”Yakni, taubat yang luas, seandainya dibagikan kepada 70 orang dimana semua mereka berbuat dosa, niscaya mereka akan mendapatkan taubat itu dan bermanfaat untuk mereka.
“Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala?”Yaitu, apakah engkau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari keadaan ini. Yaitu seorang wanita yang datang dan telah membersihkan dirinya, yaitu menyerahkan dirinya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan terlepas dari dosa zina. Tidak ada yang lebih baik dari hal ini.

Pelajaran dari Kisah Ini
Pertama, seorang pezina jika ia seorang muhshan (telah menikah) maka ia wajib untuk dirajam. Ini disebutkan dalam kitab Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan ayat yang dibaca oleh kaum Muslimin dan mereka hapalkan, mereka pahami dan terapkan. Nabi dan para Khulafaur Rasyidin setelahnya telah melakukan rajam. Tapi Allah dengan kebijaksanaan-Nya telah menghapusnya dari Al-Qur’an secara lafadz dan membiarkan hukumnya berlaku di antara umat ini. Apabila seorang yang muhshan, yaitu yang telah menikah melakukan perzinaan, maka ia akan diraham hingga meninggal. Ia diberdirikan di tempat yang luas. Lalu orang-orang berkumpul dan mengambil batu yang mereka gunakan untuk melemparnya hingga meninggal.
Ini merupakan hikmah Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Yaitu, syariat tidaklah memerintahkan untuk memenggal kepalanya dengan pedang sehingga perkaranya selesai. Tapi ia dirajam agar ia tersiksa dan merasakan pedihnya siksaan sebagai balasan apa yang telah ia dapatkan, berupa lezatnya sesuatu yang haram karena orang yang berbuar zina ini seluruh badannya merasakan nikmatnya sesuatu yang haram.
Karenanya, para Ulama rahimahullah berpendapat untuk tidak menggunakan batu besar. Sebab, ia akan membunuhnya dengan cepat dan ia pun terbebas. Tidak pula dengan batu kecil sekali karena hal itu akan menyakitinya dan lama matinya. Tapi dengan batu yang sedang sehingga ia dapat merasakan sakit kemudian mati.
Apabila ada seseorang yang mengatakan, bukankah Rasulullah telah mengatakan:

“Apabila kalian membunuh maka membunuhlah dengan baik dan apabila kalian menyembelih maka sembelilah dengan baik.” (HR.Muslim)

Membunuh dengan pedang lebih enak bagi orang yang dirajam, daripada ia harus dirajam dengan batu.
Kita katakan, benar Rasulullah telah berkata demikian. Tapi pembunuhan yang baik adalah terjadi apabila karena sesuai dengan syariat. Karena itu, apabila seorang laki-laki yang telah bertindak jahat kepada seseorang, lalu ia membunuhnya dengan sengaja dan memutilasi (membunuh dengan memotong-motong anggota tubuh), maka kita akan memutilasi pelaku kejahatan ini sebelum kita membunuhnya.
Misalnya, jika seorang pelaku kejahatan membunuh seorang. Lalu ia memotong kedua tangannya. Kemudian kedua kakinya, lisannya lalu kepalanya, maka kita tidak membunuh pelaku kejahatan tersebut dengan pedang. Tapi kita potong kedua tangannya, lalu kedua kakinya, lisannya, kita potong kepalanya sebagaiana ia berbuat. Ini termasuk bersikap baik dalam membunuh. Karena sikap baik dalam membunuh adalah dengan sesuatu yang sesuai dengan syariat bagaimanapun keadaannya.
Dalam hadits ini, terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya seseorang untuk mengakui dirinya berbuat zina, dengan tujuan untuk mensucikan dirinya dengan penegakan had, bukan untuk membuka kejelekan dirinya. Orang yang membicarakan dirinya bahwa ia telah melakukan perzinaan dihadapan Imam atau wakilnya dengan tujuan agar ditegakkan hukuman atas dirinya maka orang ini tidaklah dicela dan dihina.
Adapun orang yang menceritakan kepada masyarakat bahwa dia telah berbuat zina, berarti ia telah membongkar aib dirinya sendiri. Ia tak akan dimaafkan. Rasulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda :

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang mujahir (terang-terangan). Mereka (para sahabat) berkata, “Siapakah orang yang mujahir itu?” Beliau berkata, “Ia adalah orang yang berbuat dosa kemudian Allah tutupi aibnya. Lalu pada pagi harinya ia menceritakannya.” (HR. Muttafaq alaih)

Ada jenis yang ketiga, yaitu orang fasik yang melampaui batas dan tidak punya rasa malu. Ia bercerita tentang ziba dengan bangga, na’udzu billah!Ia berkata bahwa dia pergi ke berbagai negeri untuk berbuat dosa, berzina dengan banyak wanita, dan berbagai kemaksiatan lainnya, dengan rasa bangga.
Orang ini harus diminta bertaubat. Jika ia bertaubat, maka ia akan mendapatkan ampunan. Jika tidak, maka ia dibunuh. Sebab orang yang bangga dengan perbuatan zina, maka sudah pasti ia menghalalkan zina, na’udzu billah! Barangsiapa yang menghalalkan perbuatan zina maka dia adalah orang kafir.
Sebagian orang fasik melakukan hal itu. Yaitu, orang-orang yang karena perbuatannya, kaum muslimin mendapatkan musibah. Banyak orang merasa bangga dnegan hal ini. Jika ia pergi ke suatu negeri yang terkenal dengan kefasikan dan tidak ada rasa malu seperti Bangkok dan negeri-negeri yang penuh kekejian perzinaan, homoseksual, khamar dan lain sebagainya, lalu ia pulang menjumpai temannya dan bangga menceritakan apa yang telah dilakukan.
Orang ini, sebagaimana telah dikatakan harus dimintai untuk bertaubat. Apabila ia bertaubat, maka ia diampuni. Jika tidak mau, maka ia dibunuh. Karena orang yang menghalalkan perzinaan dan lainnya diantara perbuatan yang diharamkan secara jelas dan disepakati keharamannya, maka ia adalah orang kafir.

Rincian Taubat Nasuha
Bisa jadi seseorang telah bertaubat dengan taubat yang nasuha (taubat dengan benar), ia menyesal dan berjanji kepada dirinya untuk tidak mengulanginya. Orang ini sebaiknya tidak pergi dan menceritakan tentang dirina. Tapi hendaklah ia merahasiakan perkara itu dan hanya Allah yang tahu. Barangsiapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubat.
Adapun orang khawatir bahwa taubatnya bukanlah taubat yang nasuha dan khawatir jika ia akan kembali pada perbuatan dosa, sekali lagi maka orang ini sebaiknya pergi kepada pemerintah, hakim, dan lainnya, lalu mengaku dihadapannya agar ditegakkan hukuman terhadapnya.

Sumber : diketik ulang oleh Ummu ‘Umar  dari Memetik Hikmah dari Telaga Sunnah (Kumpulan Kisah dari Syaikh Utsaimin) oleh Shalahuddin Mahmud as-Sa’id,   Pustaka At-Tazkia, 2006 (hal. 181-188)


Kisah Nyata Seorang Perempuan Muslimah
Kisah nyata yang diceritakan oleh Syekh “Abdul Muhsin al Ahmad”, itu terjadi di Abha (ibukota provinsi Asir di Arab Saudi).
“Setelah melakukan shalat Maghrib, dia langsung melakukan make-up, mengenakan gaun putih yang indah dia mempersiapkan diri untuk pesta pernikahannya.  Lalu ia mendengar Adzan ‘Ishaa dan ia menyadari bahwa ia melanggar Wudhu nya.
Dia mengatakan kepada ibunya: “Ibu, aku harus pergi mengambil wudhu dan bershalat ‘Ishaa”
Ibunya kaget: “Apakah kamu sudah gila?!  Para tamu menunggu kamu, untuk melihat kamu!  Bagaimana dengan make-up nya? Ini akan luntur dan hilang oleh air! “
Lalu sang ibu menambahkan: “Saya ibumu dan saya memerintahkan kamu untuk tidak melakukan salat sekarang!  Wallahi jika kamu berwudhu sekarang, saya akan marah pada kamu “
Putrinya menjawab: “Wallahi saya tidak akan keluar dari sini sampai aku melakukan shalat saya! Ibu harus tahu bahwa “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam durhaka kepada Sang Pencipta.”!
Ibunya berkata: “Apa yang akan tamu-tamu kita katakan tentang kamu ketika kamu muncul di pesta pernikahan kamu  tanpa make-up? Kamu tidak akan menjadi cantik di mata mereka! dan mereka akan mengejek kamu! “
Anak itu bertanya sambil tersenyum: “Apakah Ibu khawatir karena saya tidak akan menjadi cantik tanpa make up?  Bagaimana dengan Pencipta kita? Saya khawatir karena, jika aku melewati salat saya, saya tidak akan menjadi cantik di mata-Nya “
Dia mulai mengambil wudhu, dan semua make-up dicuci bersih, tapi dia tidak peduli.  Kemudian ia mulai salat dan saat ini dia membungkuk untuk melakukan
sujud, dia tidak menyadari bahwa itu akan menjadi yang terakhir dia!
Ya!  Dia meninggal dalam sujud!
Apa akhir yang besar bagi seorang muslimah yang bersikeras menaati Tuhannya! Banyak orang yang mendengar kisahnya sangat tersentuh!
Dia menempatkan Allah SWT dan ketaatan-Nya yang pertama dalam prioritasnya, sehingga Allah SWT harus memberikannya akhir/ending terbaik baginya. Dia ingin lebih dekat kepada-Nya, sehingga Allah mengambil jiwanya di tempat di mana Muslim yang paling dekat dengan Dia! Subhana Allah!
Dia tidak peduli apakah dia akan menjadi cantik di mata makhluk sehingga ia cantik di mata Sang Pencipta-nya!
Hai saudara perempuan Muslim, bayangkan jika Anda berada di tempatnya! Apa yang akan Anda lakukan? Apa yang akan Anda pilih lebih dahulu: menyenangkan orang atau Penciptamu?
Apakah Anda menjamin bahwa Anda akan hidup untuk menit berikutnya? Jam? Bulan?
Tidak ada yang tahu kapan saat mereka akan datang? Atau kapan mereka bertemu malaikat kematian? Jadi apakah Anda siap untuk saat itu?
Hai saudara perempuan non jilbab! Apa yang Anda pilih: Menyenangkan diri sendiri dengan tidak mengenakan Hijab atau menyenangkan Tuhanmu dengan mengenakan jilbab?
Apakah Anda siap untuk menemui-Nya tanpa jilbab?
Dan bagaimana dengan Anda, apakah Anda siap untuk bertemu dengan Tuhan hari ini? Besok? Apa Anda memilih kenikmatan di dunia atau kenikmatan akhirat?
Semoga Allah membimbing kita semua untuk apa yang menyenangkan-Nya dan memberi setiap orang yang membaca baris-baris akhir yang baik, Ameen.

Bagi anda pecinta murottal, kebetulan nih saya punya beberapa koleksi murottal anak dan dewasa yang suaranya merdu dan menyentuh hati para pendengarnya, walaupun tidak begitu lengkap, mudah mudahan dapat bermanfaat,, Langsung aja yah Download

Murottal Anak

  • Hasan Bin Abdullah Al Awwad


  Menyadari bahwa siapa pun yang bernama manusia punya kelemahan, kekhilafan, maka sudah saatnyalah kita merenungi diri untuk senantiasa minta ampunan dan bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Rasulullah bersabda: demi Allah sungguh aku beristighfar dan bertaubat kepaNya dalam sehari lebih dari 70 kali..(HR Bukhori)
  Sebelum kita membahas tentang taubat, penting bagi kita untuk mengetahui apa itu dosa. Dosa adalah segala sesuatu yang dilahirkan akibat melakukan pelanggaran terhadap perintah-perintah atau larangan Allah. Orang yang melakukan dosa berarti telah bermaksiat. Macam maksiat ini oleh ulama dibagi secara umum menjadi dua, yaitu shoghoir dan kabair.

• Shagha’ir atau dosa-dosa kecil adalah dosa-dosa yang tidak mengakibatkan hukuman di dunia dan tidak ada ancaman khusus di akhirat. 
• Adapun Kaba’ir atau dosa besar, menurut Ibnu Abbas adalah setiap dosa yang ketika menyebutkannya Allah mengakhirinya dengan kata Naar, kemurkaan, laknat, atau adzab.  

  Taubat secara bahasa mempunyai arti kembali. Sedang secara syar`i adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah dengan meminta ampun atas segala dosa-dosa yang telah ia lakukan dengan janji yang sungguh sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut di waktu yang akan datang, dan menggantinya perbuatan dosa tersوebut dengan menjalankan amal-amal soleh yang bisa menambah mendekatkan dirinya kepada Allah.
  Seorang tabiin Imam al-Kalbi – rahimahullah – mengatakan tentang taubat: “mengucapkan istighfar dengan mulut, penyesalan dengan hati, dan meninggalkan dosa dengan anggota badan, dan bertekat untuk tidak
kembali berbuat dosa.

Lalu Kapan Harus bertaubat?

  Taubat dari dosa harus dilaksakan segera dan tidak boleh ditunda tunda. Karena penundaan bertaubat merupakan indikasi ketidak seriusan seseorang dalam bertaubat. Disamping itu penundan dari taubat sangat membayakan jiwa seseorang, bisa saja ia meninggal denga tiba –tiba sebelum ia sempat untuk bertaubat. Inilah kenapa Allah dalam surat Ali Imron 133 Allah berkalam:

قال الله تعالى   وسارعوا إلى مغفرة من ربكم و جنت عرضها السموات والأرض أعدت للمتقين 

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (Ali Imran:133).

Kita perhatikan dalam ayat ini, Allah menggunakan kata ( وَسَارِعُوا ) yang artinya bersegera, kemudian kata مَغْفِرَةٍ menggunakan redaksi kata nakiroh atau kata yang masih bersifat umum belum jelas. Ini memberikan salah satu isyarat bagi kita, bahwa kita semua diperintahkan untuk bersegera, bercepat-cepat menggapai sebuah maghfiroh atau ampunan yang mana belum tentu kita gapai, karena bisa saja kita lebih dahulu dipanggil Allah sebelum sempat bertaubat dan mendapatkan ampunan dari Allah. Karena pada hakikatnya semuanya yang ada didunia ini, termasuk hidup mati kita adalah milik Allah, oleh karena itu empat ayat sebelum ayat ini, tepatnya ayat ke 129 dijelaskan bahwa”:

قال الله تعالى ولله ما فى السموات والأرض يغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء والله غفور رحيم

Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki; dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran:129)

  Dalam ayat lain Allah, menjelaskan bahwa taubat seseorang akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta`alaadalah taubatnya orang yang bersegera bertaubat, dan tidak menunda–nundanya, karena dalam menunda itu terdapat ketidakseriusan. Allah berfirman dalam surah an-Nisa` : 17

قال الله تعالى   إنما التوبة على الله للذين يعملون السوء بجهالة ثم يتوبون من قريب فأولئك يتوب الله عليهم وكان الله عليما حكيما

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ( An Nisaa’:17)

  Diriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa maksud dari kata ( يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ ) yang kemudian mereka bertaubat dengan segera), adalah sebelum seseorang dalam keadan sakit atau sebelum meninggal. 

Sobat....
  Taubat yang selayaknya dilakukan seorang hamba Allah yang ikhlas adalah dengan taubat yang tidak setengah-setengah. Benar-benar sebagai taubat nasuha, atau taubat yang sungguh-sungguh.Karena itu, ada tiga syarat untuk
taubat nasuha, yaitu:
  • Pertama, menyesali secara serius kesalahan masa lalu, harus ada perasaan bersalah, bahkan merasa jijik / merasa kotor ketika mengingat masa lalu yang buruk.
  • Kedua: mencabut lepas secara total saat ini juga semua perbuatan buruk yang bertentangan dengan agama.
  • Ketiga: meniatkan dengan sungguh-sungguh (komitmen yang keras) untuk tidak kembali ke masa lalu yang buruk. Namun, apabila dasa atau kesalahan tersebut berhubungan dengan hak-hak manusia maka, selain tiga syarat tersebut, harus ditambah syarat .
  • Keempat, yaitu: Meminta maaf atau minta ridha (halal) di atas dosa-dosa dengan manusia (orang yang bersangkutan) atau membayar ganti rugi atau memulangkan barang yang telah diambil itu.
  Dengan demikian inti dari taubat nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat ?”, “Ya”, kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: “Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya”.


sumber : islamhouse

Syarat Agar Taubat Diterima


Memang manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Alloh dengan sebenar-benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk mengulang dosa kembali. Lalu bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?

Syarat Taubat Diterima

Agar taubat seseorang itu diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu:

(1) Menyesal, 
(2) Berhenti dari dosa, dan 
(3) Bertekad untuk tidak mengulanginya.

Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa yang dikerjakan. Barang siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut dan menjadi indikasi bahwa ia akan terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya bahwa seseorang itu bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas keikhlasan, kesungguhan niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan syarat yang keempat, yaitu tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi sebagian besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini.

Tunaikan Hak Anak Adam yang Terzholimi

Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak anak Adam, maka ada satu hal lagi yang harus ia lakukan, yakni dia harus meminta maaf kepada saudaranya yang bersangkutan, seperti minta diikhlaskan, mengembalikan atau mengganti suatu barang yang telah dia rusakkan atau curi dan sebagainya.

Namun apabila dosa tersebut berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah berzina) atau yang semisalnya, yang apabila saudara kita tadi belum mengetahuinya (bahwa dia telah dighibah atau dituduh), maka cukuplah bagi orang telah melakukannya tersebut untuk bertaubat kepada Alloh, mengungkapkan kebaikan-kebaikan saudaranya tadi serta senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka. Sebab dikhawatirkan apabila orang tersebut diharuskan untuk berterus terang kepada saudaranya yang telah ia ghibah atau tuduh justru dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya.

Nikmat Dibukanya Pintu Taubat

Apabila Alloh menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Alloh bukakan pintu taubat baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan rendah serta sangat membutuhkan ampunan Alloh. Dan keburukan yang pernah ia lakukan itu merupakan sebab dari rahmat Alloh baginya. Sampai-sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Alloh.” Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Robbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”

Penulis: Abu Hudzaifah Yusuf
Artikel www.muslim.or.id

Tidak diragukan lagi bahwa taubat sesuatu yang harus bagi pelaku dosa, apalagi dosa tersebut adalah dosa besar. Di antara hal yang membuat dosa bisa menjadi besar adalah jika maksiat di lakukan terus menerus. Contoh di antaranya yang menyebar di kaula muda adalah pacaran. Berpacaran sudah jelas terlarang karena merupakan jalan menuju zina. Karena tidak ada pacaran yang bisa lepas dari jalan  yang haram.

Berbagai Sisi Pacaran itu Terlarang

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).

Ibnu Katsir berkata mengenai ayat di atas, “Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya dari zina dan dari hal-hal yang mendekati zina, yaitu segala hal yang menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada zina.”

Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan menuju zina. Karena hati bisa tegoda dengan kata-kata cinta. Tangan bisa berbuat nakal dengan menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal. Pandangan pun tidak bisa ditundukkan. Dan tidak sedikit yang menempuh jalan pacaran yang terjerumus dalam zina. Makanya dapat kita katakan, pacaran itu terlarang karena alasan-alasan ini yang tidak bisa terbantahkan.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Dosa Mengharuskan Taubat

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang.”

Jika taubat harus memenuhi tiga syarat tersebut, maka tiga syarat orang yang taubat dari pacaran adalah:



1. Menyesal dan sedih telah berpacaran

2. Putuskan pacar sekarang juga

3. Bertekad tidak mau pacaran lagi dan menempuh jalan yang halal dengan nikah

Ujung Zina adalah Penyesalan

Luqman pernah berkata kepada anaknya,

يا بني، إياك والزنى، فإن أوله مخافة، وآخره ندامة

“Wahai anakku. Hati-hatilah dengan zina. Di awal zina, selalu penuh rasa khawatir. Ujung-ujungnya akan penuh penyesalan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 326)

Memang betul apa yang diutarakan oleh Luqman, seorang yang sholeh. Dan itu sesuai realita. Awal zina dipenuhi rasa khawatir. Coba lihat saja apa yang dilakukan oleh orang yang hendak berzina. Awalnya mereka berusaha tidak terlihat orang lain. Khawatir ada yang melihat perbuatan dosa mereka. Ujung-ujungnya dipenuhi rasa penyesalan. Karena bisa jadi si wanita hamil. Si laki dituntut tanggung jawab. Akhirnya pusing kepayang karena perut si wanita yang makin besar dan sulit ditutupi. Akhirnya yang ada adalah rasa malu. Naik ke pelaminan pun sudah dicap “jelek” karena terpaksa “Married because an accident”.

Semoga Allah mudahkan kita untuk senantiasa berada dalam kebaikan dan menjauhkan kita dari berbagai maksiat.

KSU, Riyadh, KSA, 28 Jumadats Tsaniyah 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com